PENGANTAR
Membangun Generasi Profesional
yang Mandiri, menyadarkan sekaligus memacu setiap warga jemaat dapat menuju tingkat kemandiriannya dalam pelaksanaan program-program layanannya.
Generasi profesional adalah generasi yang siap dan
berkualitas serta setia akan tugas dan panggilannya serta mengenali akan
profesinya guna dikembangkan dalam kiprah pelayanan di gereja sebagai rasa
syukurnya kepada Allah. Generasi
profesional adalah generasi yang mampu menampakkan kemandiriannya membangun
secara profesional baik dibidang spiritual maupun material.
Guna menopang hal tersebut, maka wadah layanan seperti Tim Pemberdayaan Ekonomi umat agar difungsikan
demikian pula keberadaan Koperasi “Sumber Asih” perlu dikembangkan. Terlebih
wadah-wadah layanan Komisi-komisi, Forum, Tim yang ada diharapkan dapat
berfungsi melalui program-program layanannya. Harapan yang terkandung melalui tema tersebut adalah terwujudnya
penerus-penerus gereja yang sadar akan tugas panggilannya melalui profesi
keahliannya.
PEMAHAMAN TEMA
1. Mempersiapkan Basis Layanan.
Mempersiapkan
bukan dalam arti dari tidak ada menjadi ada, melainkan sudah ada barangnya atau
wadahnya. Mempersiapkan dalam arti wadah atau barang yang sudah ada itu dipersiapkan,
ditata, dibenahi agar bisa digunakan atau difungsikan, sehingga bermanfaat,
berguna dan bermakna.
2. Basis.
Basis[1] yang
penulis pergunakan adalah pengertian keempat yaitu pangkalan (angkatan laut,
angkatan darat, dsb) untuk melakukan operasi: pasukan untuk menggempur-angkatan
laut musuh. Dari pemahaman itu penulis artikan untuk maksud dalam tulisan ini
adalah tempat atau wadah untuk dioperasikan atau difungsikan dalam langkah
pelayanan.
3. Umat.
Umat[2]
Penulis memakai pengertian pertama yaitu para penganut (pemeluk, pengikut)
suatu agama’ penganut nabi. Jadi pengertian umat yang penulis maksudkan adalah
semua orang Kristen di GKJ Demak untuk bersama-sama bekerja sama dan bekerja
secara bersama-sama menjalankan program-program layanan.
4. Profesional.
Profesional[3]
adalah bersangkutan dengan profesi yang memerlukan kepandaian khusus untuk
menjalankannya. Jadi yang penulis maksudkan dengan profesional dalam hal ini
adalah kemampuan seseorang dalam menjalankan program-program layanan yang
dimaksud.
Jadi
yang penulis maksudkan dengan tema “Mempersiapkan Basis Layanan Umat Secara
Profesional” dalam kaitannya dengan gereja adalah bahwa masing-masing wadah
layanan gereja baik itu Komisi, Forum, Tim maupun Panitia yang ada demikian
pula diwadah Majelis dengan kemampuan profesionalnya dipersiapkan untuk siap
berfungsi melalui program-program layanannya yang mendukung visi gereja yaitu
Menjadi Gereja Misioner.
Semua
dari setiap jemaat terwujud keterpanggilan secara pribadi untuk ikut berkiprah
dalam gerak pelayanan gereja. Dengan demikian tidak dijumpai dari setiap jemaat
menjadi “penonton suatu pentas atraksi” dalam gereja. Semuanya dapat berfungsi
dan menjalankan fungsinya masing-masing sesuai talenta yang Allah
karuniakan.
ILUSTRASI
Andar
Ismail dalam bukunya Selamat Bergereja[4] memberikan
ilustrasi pemaknaan tentang gereja
dengan memberi gambaran penonton sepak bola. Mereka serempak bersorak lalu diam
dengan wajah tegang. Bersorak lagi kegirangan ketika terjadi gol. Mereka sehati
dan sejiwa. Tetapi begitu pertandingan selesai, mereka bubar pulang. Mereka
tidak peduli satu sama lain. Semua berdesak-desakan menuju pintu ke luar.
Bahkan bisa jadi mereka bertengkar ketika mobil mereka tergesek sepeda motor
penonton.
Gereja
bisa jadi juga mirip dengan penonton sepak bola.
Mereka sehati dan sejiwa memuji Tuhan, mereka berseru “Puji Tuhan.” Tetapi
setelah ibadah selesai, mereka pulang berebut pintu ke luar. Inginnya
mendahului pulang tanpa memberi kesempatan jemaat lain. Tidak membuka pintu
jendela mobil untuk menawarkan tumpangan bagi nenek yang menunggu taxi. Tidak
menolong nenek yang mau menyeberang jalan.
Mereka tidak peduli satu sama lain.
Dengan
penggambaran tersebut sebenarnya Andar Ismail hendak mengatakan bahwa gereja
adalah sebuah komunitas peduli. Gereja sebagai komunitas peduli yang memberi,
mengindahkan, menghargai, mencukupi, melindungi dan yang merawat. Bukan
komunitas yang sesaat baik dan sesaat acuh tak acuh.
PEMAKNAAN AYAT
Kisah
Para Rasul 9:31[5]
gereja dilukiskan sebagai keadaan damai, hidup dalam takut kepada Allah dan
berkembang oleh pertolongan Roh Kudus. Irving L Jensen[6] juga
mempunyai pandangan yang tidak berbeda tentang gereja. Ia mengatakan bahwa
sebuah gereja yang sehat di dalamnya terdapat kondisi yang damai, takut kepada
Tuhan, bertambah dalam pertolongan Roh Kudus.
Itu
berarti bahwa gereja yang sehat yaitu gereja yang hidup dan bertumbuh dengan
subur. Di mana setiap jemaatnya dengan setia sehati dapat menampakkan
persekutuannya. Gereja yang sehat di dalamnya akan mempunyai ciri-ciri: 1)
Damai. Suatu situasi dan kondisi yang menyenangkan dan hal itu tidak terjadi
secara otomatis melainkan harus diusahan. Setiap warga jemaat harus
mengupayakan kerukunan, rasa nyaman dan aman serta jauh dari roh perpecahan, 2)
Hidup dalam takut Tuhan. Mempunyai sikap tunduk kepada firmanNya dan setia taat
menjalankannya dalam praktik kehidupan sehari-hari. FirmanNya sebagai pedoman
hidup sehari-hari, 3) Bertambah dalam pertolongan Roh Kudus. Pertambahan jemaat
akan terjadi tidak secara sendirinya. Dari pemahaman tersebut dapat dimengerti bahwa
setiap jemaat harus aktif bertindak menjalankan fungsinya masing-masing, di
sanalah Roh Kudus bertindak.
Ajaran
Pokok-pokok Ajaran GKJ[7] tentang
gereja adalah sebagai kehidupan bersama religius yang berpusat pada Yesus
Kristus, yang sekaligus merupakan buah pekerjaan penyelamatan Allah dan jawab
manusia terhadap penyelamatan Allah yang di dalamnya Roh Kudus bekerjadalam
rangka pekerjaan penyelamatan Allah.
Dari
pengertian tersebut diatas dapat dipahami bahwa jemaat sebagai gereja tidak
akan sendiri dan menyendiri, menjauhkan diri dari komunitas gerejawi melainkan
akan berbaur dan menyatu dengan jemaat lainnya dalam wadah komunitas gereja. Dalam
kehidupan bersama itu akan terjadi komunikasi dua arah, terjadi saling berbagi
pandangan dan pengalaman, kerja sama, saling melayani. Itulah kehidupan gereja
yang saling memperhatikan dan melayani serta sebagai jemaat yang peduli.
TANGGUNG JAWAB
DALAM KEHIDUPAN BERGEREJA
Kehidupan
orang beriman berada dalam dua pusat yaitu pusat kehidupan imaniah secara
pribadi (individu) dan yang ke dua adalah kehidupan imaniah dalam relasinya
dengan iman sesamanya.[8]
Dalam
Roma 14:12 menjelaskan bahwa setiap orang harus memberikan pertanggungjawaban
secara pribadi kepada Tuhan. Keselamatan diterima secara pribadi dan tidak bisa
diwakilkan. Ketika kita pengujian diri (pendadaran) mau Perjamuan Kudus, maka
tidak dapat diwakilkan, yang bersangkutan harus dating sendiri, mempersiapkan
iman percayanya. Demikian pula dengan Perjamuan Kudus ataupun baptis tidak bisa
diwakilkan, yang bersangkutan harus dating sendiri.
Disisi
lain, iman Kristen juga berbicara tentang iman dalam komunitas dengan yang
lain. Para tokoh seperti Abraham, Musa, Daud, Yeremia, dll. Kita tidak akan bisa
mengerti betul siapa dan mengapa dengan mereka
kalau tidak melihatnya dalam kerangka panggilannya dalam komunitas bangsa
Israel.
Demikian
pula dengan Petrus, Paulus, dll. Mereka tidak bisa dipisahkan dalam komunitas
jemaat perdana. Gereja dipanggil menjadi alat Tuhan di dunia ini. Namun sering
kali panggilan tersebut dilupakan sehingga terkesan cukuplah kalau sudah datang
“ke gereja.”Apakah itu dalam ibadah, selesai terus pulang. Menurut Emanuel
Gerrit Singgih pandangan tersebut keliru. Ia menegaskan bahwa jemaat harus
menyadari dan terlibat dalam kehidupan “bergereja” yaitu kehidupan menjadi
bagian tubuh Kristus dalam partisipasi untuk bertanggung jawab bagi pertumbuhan
dan perkembangan gereja.
MEMPERSIAPKAN
BASIS LAYANAN UMAT SECARA PROFESIONAL
Memahami
hakikat gereja dan tanggung jawabnya bagi setiap warga gereja, maka sudah
waktunya bagi setiap warga gereja untuk menghidupi gerejanya dengan hidup bergereja
melalui program-program gerejawi, program Komisi, Forum, Tim atau Panitia yang
ada. Harapannya tidak ada program yang tidak ditindaklanjuti.
Basis
wadah layanan GKJ Demak sudah memadai, layanan wadah kesaksian misalnya adanya
Komisi Diakonia, Komisi Pralenan, Komisi Seni, FKGK (Forum Komunikasi Guru-guru
Kristen), Tim Relawan, Tim Pemberdayaan Ekonomi Umat, Koperasi “Sumber Asih.”
Basis wadah layanan ini diharapkan dapat berfungsi secara maksimal agar
benar-benar dapat menjadi wahana kesaksian. Selain basis layanan tersebut, juga
masih terdapat basis layanan lainnya seperti layanan kategorial: Komisi Anak,
Komisi remaja/Pemuda, Forum Keluarga Muda, Komisi Warga Dewasa, Komisi Adi
Yuswa. Bsis layanan ini melalui program-program yang dicanangkan juga
diharapkan bisa membangun iman jemaat.
Agar
keberadaan basis layanan ini berfungsi maksimal, maka sekali lagi pemahaman
akan hakikat gereja yang didukung dengan keterlibatan dari setiap jemaat
melalui program-program basis layanan tersebut harus diupayakan dan dilakukan.
Wadah
layanan boleh banyak dan bagus, tetapi jikalau tidak ada yang terpanggil untuk
melakukan tugas pelayanan itu, ya sia-sia. Rick Warren[9]
mengingatkan kepada kita semua bahwa Allah mengharapkan bahwa setiap orang
Kristen terlibat aktif dan dapat menggunakan karunia dan talentanya dalam
pelayanannya.
Beberapa
ayat-ayat pengingat bagi kita dalam keterlibatan kita di tugas pelayanan,
misalnya: Efesus 2:10 menegaskan bahwa setiap orang percaya diciptakan untuk
melayani. 2 Tim 1:9 kita diselamatkan untuk melayani. 1 Pet 2:9-10 terpanggil
ke dalam tugas pelayanan. 1 Pet 4:10 setiap kita diberi karunia untuk melayani.
Mat 28:18-20 di beri kuasa untuk melayani. Mat 20:26-28 diperintahkan untuk
melayani. Ef 4:11,12 diperlengkapi untuk melayani. 1 Kor 12:27 dibutuhkan untuk
melayani. Kol 3:23,24 akan menerima hadiah yang ditentukan sesuai dengan
pelayanannya.
[1] Pusat Bahasa
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Jakarta: 2005, h. 111.
[2] Ibid, h. 1242.
[3] Ibid, h. 897.
[4] Andar Ismail, Selamat Bergereja, Jakarta:2009,
h.73-76.
[5] Dianne Bergant
dan Robert J Karris (Edt), Tafsir
Alkitab Perjanjian Baru, Penerbit Kanisius, Yogyakarta: 2002, h.229.
[6] Irving L
Jensen, Kisah Para Rasul, Penerbit
Kalam Hidup, Bandung: …, h.56.
[7] Sinode Gereja-gereja
Kristen Jawa, Pokok-pokok Ajaran GKJ,
Edisi 2005, Salatiga: 2005.
[8] Emanuel Gerrit
Singgih, Bergereja, Brteologi dan
Bermasyarakat, Taman Pustaka Kristen, Yogyakarta: 1997, h. 190-193.
[9] Rick Warren, The Purpose Driven Church,
Gandum Mas, Malang: 2006, h.373-376.






0 komentar:
Posting Komentar