Senin, 25 November 2019

“Mempersiapkan Basis Layanan Umat Secara Profesional” (Kisah Para Rasul 9:13)

                                                                                                                      PENGANTAR


Membangun Generasi Profesional yang Mandiri, menyadarkan sekaligus memacu setiap warga jemaat dapat menuju tingkat kemandiriannya dalam pelaksanaan program-program layanannya.
Generasi profesional adalah generasi yang siap dan berkualitas serta setia akan tugas dan panggilannya serta mengenali akan profesinya guna dikembangkan dalam kiprah pelayanan di gereja sebagai rasa syukurnya kepada Allah.  Generasi profesional adalah generasi yang mampu menampakkan kemandiriannya membangun secara profesional baik dibidang spiritual maupun material.
Guna menopang hal tersebut, maka wadah layanan seperti Tim Pemberdayaan Ekonomi umat agar difungsikan demikian pula keberadaan Koperasi “Sumber Asih” perlu dikembangkan. Terlebih wadah-wadah layanan Komisi-komisi, Forum, Tim yang ada diharapkan dapat berfungsi melalui program-program layanannya. Harapan yang terkandung melalui tema tersebut adalah terwujudnya penerus-penerus gereja yang sadar akan tugas panggilannya melalui profesi keahliannya.     

PEMAHAMAN TEMA

1.   Mempersiapkan Basis Layanan.
Mempersiapkan bukan dalam arti dari tidak ada menjadi ada, melainkan sudah ada barangnya atau wadahnya. Mempersiapkan dalam arti wadah atau barang yang sudah ada itu dipersiapkan, ditata, dibenahi agar bisa digunakan atau difungsikan, sehingga bermanfaat, berguna dan bermakna.

2.   Basis.
Basis[1] yang penulis pergunakan adalah pengertian keempat yaitu pangkalan (angkatan laut, angkatan darat, dsb) untuk melakukan operasi: pasukan untuk menggempur-angkatan laut musuh. Dari pemahaman itu penulis artikan untuk maksud dalam tulisan ini adalah tempat atau wadah untuk dioperasikan atau difungsikan dalam langkah pelayanan.  

3.   Umat.
Umat[2] Penulis memakai pengertian pertama yaitu para penganut (pemeluk, pengikut) suatu agama’ penganut nabi. Jadi pengertian umat yang penulis maksudkan adalah semua orang Kristen di GKJ Demak untuk bersama-sama bekerja sama dan bekerja secara bersama-sama menjalankan program-program layanan.

4.   Profesional.
Profesional[3] adalah bersangkutan dengan profesi yang memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya. Jadi yang penulis maksudkan dengan profesional dalam hal ini adalah kemampuan seseorang dalam menjalankan program-program layanan yang dimaksud.

Jadi yang penulis maksudkan dengan tema “Mempersiapkan Basis Layanan Umat Secara Profesional” dalam kaitannya dengan gereja adalah bahwa masing-masing wadah layanan gereja baik itu Komisi, Forum, Tim maupun Panitia yang ada demikian pula diwadah Majelis dengan kemampuan profesionalnya dipersiapkan untuk siap berfungsi melalui program-program layanannya yang mendukung visi gereja yaitu Menjadi Gereja Misioner.
Semua dari setiap jemaat terwujud keterpanggilan secara pribadi untuk ikut berkiprah dalam gerak pelayanan gereja. Dengan demikian tidak dijumpai dari setiap jemaat menjadi “penonton suatu pentas atraksi” dalam gereja. Semuanya dapat berfungsi dan menjalankan fungsinya masing-masing sesuai talenta yang Allah karuniakan.  

ILUSTRASI

Andar Ismail dalam bukunya Selamat Bergereja[4] memberikan ilustrasi  pemaknaan tentang gereja dengan memberi gambaran penonton sepak bola. Mereka serempak bersorak lalu diam dengan wajah tegang. Bersorak lagi kegirangan ketika terjadi gol. Mereka sehati dan sejiwa. Tetapi begitu pertandingan selesai, mereka bubar pulang. Mereka tidak peduli satu sama lain. Semua berdesak-desakan menuju pintu ke luar. Bahkan bisa jadi mereka bertengkar ketika mobil mereka tergesek sepeda motor penonton.
Gereja bisa jadi juga mirip dengan penonton sepak bola. Mereka sehati dan sejiwa memuji Tuhan, mereka berseru “Puji Tuhan.” Tetapi setelah ibadah selesai, mereka pulang berebut pintu ke luar. Inginnya mendahului pulang tanpa memberi kesempatan jemaat lain. Tidak membuka pintu jendela mobil untuk menawarkan tumpangan bagi nenek yang menunggu taxi. Tidak menolong nenek yang mau menyeberang jalan.  Mereka tidak peduli satu sama lain.    
Dengan penggambaran tersebut sebenarnya Andar Ismail hendak mengatakan bahwa gereja adalah sebuah komunitas peduli. Gereja sebagai komunitas peduli yang memberi, mengindahkan, menghargai, mencukupi, melindungi dan yang merawat. Bukan komunitas yang sesaat baik dan sesaat acuh tak acuh.

PEMAKNAAN AYAT

Kisah Para Rasul 9:31[5] gereja dilukiskan sebagai keadaan damai, hidup dalam takut kepada Allah dan berkembang oleh pertolongan Roh Kudus. Irving L Jensen[6] juga mempunyai pandangan yang tidak berbeda tentang gereja. Ia mengatakan bahwa sebuah gereja yang sehat di dalamnya terdapat kondisi yang damai, takut kepada Tuhan, bertambah dalam pertolongan Roh Kudus. 
Itu berarti bahwa gereja yang sehat yaitu gereja yang hidup dan bertumbuh dengan subur. Di mana setiap jemaatnya dengan setia sehati dapat menampakkan persekutuannya. Gereja yang sehat di dalamnya akan mempunyai ciri-ciri: 1) Damai. Suatu situasi dan kondisi yang menyenangkan dan hal itu tidak terjadi secara otomatis melainkan harus diusahan. Setiap warga jemaat harus mengupayakan kerukunan, rasa nyaman dan aman serta jauh dari roh perpecahan, 2) Hidup dalam takut Tuhan. Mempunyai sikap tunduk kepada firmanNya dan setia taat menjalankannya dalam praktik kehidupan sehari-hari. FirmanNya sebagai pedoman hidup sehari-hari, 3) Bertambah dalam pertolongan Roh Kudus. Pertambahan jemaat akan terjadi tidak secara sendirinya. Dari pemahaman tersebut dapat dimengerti bahwa setiap jemaat harus aktif bertindak menjalankan fungsinya masing-masing, di sanalah Roh Kudus bertindak.  
Ajaran Pokok-pokok Ajaran GKJ[7] tentang gereja adalah sebagai kehidupan bersama religius yang berpusat pada Yesus Kristus, yang sekaligus merupakan buah pekerjaan penyelamatan Allah dan jawab manusia terhadap penyelamatan Allah yang di dalamnya Roh Kudus bekerjadalam rangka pekerjaan penyelamatan Allah.
Dari pengertian tersebut diatas dapat dipahami bahwa jemaat sebagai gereja tidak akan sendiri dan menyendiri, menjauhkan diri dari komunitas gerejawi melainkan akan berbaur dan menyatu dengan jemaat lainnya dalam wadah komunitas gereja. Dalam kehidupan bersama itu akan terjadi komunikasi dua arah, terjadi saling berbagi pandangan dan pengalaman, kerja sama, saling melayani. Itulah kehidupan gereja yang saling memperhatikan dan melayani serta sebagai jemaat yang peduli.   

TANGGUNG JAWAB DALAM KEHIDUPAN BERGEREJA

Kehidupan orang beriman berada dalam dua pusat yaitu pusat kehidupan imaniah secara pribadi (individu) dan yang ke dua adalah kehidupan imaniah dalam relasinya dengan iman sesamanya.[8]
Dalam Roma 14:12 menjelaskan bahwa setiap orang harus memberikan pertanggungjawaban secara pribadi kepada Tuhan. Keselamatan diterima secara pribadi dan tidak bisa diwakilkan. Ketika kita pengujian diri (pendadaran) mau Perjamuan Kudus, maka tidak dapat diwakilkan, yang bersangkutan harus dating sendiri, mempersiapkan iman percayanya. Demikian pula dengan Perjamuan Kudus ataupun baptis tidak bisa diwakilkan, yang bersangkutan harus dating sendiri.
Disisi lain, iman Kristen juga berbicara tentang iman dalam komunitas dengan yang lain. Para tokoh seperti Abraham, Musa, Daud, Yeremia, dll. Kita tidak akan bisa mengerti betul siapa dan mengapa dengan mereka  kalau tidak melihatnya dalam kerangka panggilannya dalam komunitas bangsa Israel.
Demikian pula dengan Petrus, Paulus, dll. Mereka tidak bisa dipisahkan dalam komunitas jemaat perdana. Gereja dipanggil menjadi alat Tuhan di dunia ini. Namun sering kali panggilan tersebut dilupakan sehingga terkesan cukuplah kalau sudah datang “ke gereja.”Apakah itu dalam ibadah, selesai terus pulang. Menurut Emanuel Gerrit Singgih pandangan tersebut keliru. Ia menegaskan bahwa jemaat harus menyadari dan terlibat dalam kehidupan “bergereja” yaitu kehidupan menjadi bagian tubuh Kristus dalam partisipasi untuk bertanggung jawab bagi pertumbuhan dan perkembangan gereja.  

MEMPERSIAPKAN BASIS LAYANAN UMAT SECARA PROFESIONAL

Memahami hakikat gereja dan tanggung jawabnya bagi setiap warga gereja, maka sudah waktunya bagi setiap warga gereja untuk menghidupi gerejanya dengan hidup bergereja melalui program-program gerejawi, program Komisi, Forum, Tim atau Panitia yang ada. Harapannya tidak ada program yang tidak ditindaklanjuti.
Basis wadah layanan GKJ Demak sudah memadai, layanan wadah kesaksian misalnya adanya Komisi Diakonia, Komisi Pralenan, Komisi Seni, FKGK (Forum Komunikasi Guru-guru Kristen), Tim Relawan, Tim Pemberdayaan Ekonomi Umat, Koperasi “Sumber Asih.” Basis wadah layanan ini diharapkan dapat berfungsi secara maksimal agar benar-benar dapat menjadi wahana kesaksian. Selain basis layanan tersebut, juga masih terdapat basis layanan lainnya seperti layanan kategorial: Komisi Anak, Komisi remaja/Pemuda, Forum Keluarga Muda, Komisi Warga Dewasa, Komisi Adi Yuswa. Bsis layanan ini melalui program-program yang dicanangkan juga diharapkan bisa membangun iman jemaat.
Agar keberadaan basis layanan ini berfungsi maksimal, maka sekali lagi pemahaman akan hakikat gereja yang didukung dengan keterlibatan dari setiap jemaat melalui program-program basis layanan tersebut harus diupayakan dan dilakukan.
Wadah layanan boleh banyak dan bagus, tetapi jikalau tidak ada yang terpanggil untuk melakukan tugas pelayanan itu, ya sia-sia. Rick Warren[9] mengingatkan kepada kita semua bahwa Allah mengharapkan bahwa setiap orang Kristen terlibat aktif dan dapat menggunakan karunia dan talentanya dalam pelayanannya.
Beberapa ayat-ayat pengingat bagi kita dalam keterlibatan kita di tugas pelayanan, misalnya: Efesus 2:10 menegaskan bahwa setiap orang percaya diciptakan untuk melayani. 2 Tim 1:9 kita diselamatkan untuk melayani. 1 Pet 2:9-10 terpanggil ke dalam tugas pelayanan. 1 Pet 4:10 setiap kita diberi karunia untuk melayani. Mat 28:18-20 di beri kuasa untuk melayani. Mat 20:26-28 diperintahkan untuk melayani. Ef 4:11,12 diperlengkapi untuk melayani. 1 Kor 12:27 dibutuhkan untuk melayani. Kol 3:23,24 akan menerima hadiah yang ditentukan sesuai dengan pelayanannya.



[1] Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Jakarta: 2005, h. 111.
[2] Ibid, h. 1242.
[3] Ibid, h. 897.
[4] Andar Ismail, Selamat Bergereja, Jakarta:2009, h.73-76.
[5] Dianne Bergant dan Robert J Karris (Edt), Tafsir Alkitab Perjanjian Baru, Penerbit Kanisius, Yogyakarta: 2002, h.229.
[6] Irving L Jensen, Kisah Para Rasul, Penerbit Kalam Hidup, Bandung: …, h.56.
[7] Sinode Gereja-gereja Kristen Jawa, Pokok-pokok Ajaran GKJ, Edisi 2005, Salatiga: 2005.
[8] Emanuel Gerrit Singgih, Bergereja, Brteologi dan Bermasyarakat, Taman Pustaka Kristen, Yogyakarta: 1997, h. 190-193.
[9] Rick Warren, The Purpose Driven Church, Gandum Mas, Malang: 2006, h.373-376.

0 komentar:

Posting Komentar