PENDAHULUAN
Harapan yang terkandung dari tema Pengembangan
Pelayanan Diakonia Reformatif dan Diakonia Transformatif adalah terwujudnya
bentuk layanan yang memberi perhatian kepada kesejahteraan hidup jemat. Apakah dalam wujud sebagai penyalur (=jembatan)
atau dalam wujud wadah usaha kerja. Oleh karena itu diharapkan masing-masing
Komisi/Forum/Tim ada suatu kerjasama dalam pengupayaannya.
Jikalau kita mencermati Tata Gereja
dan Tata Laksana GKJ menjelaskan tentang pelayanan holistik yang harus ada dan
terjadi di setiap gerejaNya. Pelayanan holistik adalah pelayanan yang
menyeluruh meliputi mengatur kehidup an/pemerintahan (organisasi) gereja yang
menjadi tugas utama Penatua. Pe ngajaran dan sakramen yang menjadi tugas utama
Pendeta dan pelayanan kasih dengan memperhatikan kesejahteraan hidup jemaat dan masyarakat
yang men jadi tugas utama Diaken.[1]
Dalam realita pelayanan sering hanya
memberi penekanan kepada peningkatan iman jemaat dan kehidupan/pemerintahan
(organisasi) gereja serta sering menekankan
bagaimana jemaat harus mempunyai peningkatan kesadaran berpersembahan.
Kita kurang memperhatikan sumber pendapatan (=pekerjaan) jemaat dan tentang hal
kesejahteraan hidup jemaat.
Salah satu tema diskusi dalam Sidang
Raya PGI XVI di Gunung Sitoli, Pulau Nias, Sumatera Utara adalah tentang Pemberdayaan Ekonomi Jemaat dan Pengentasan
Kemiskinan. Pokok diskusinya adalah bahwa pemberdayaan ekonomi jemaat
merupakan bagian dari pelayanan diakonia gereja. Dalam rangka mengembangkan
ekonomi jemaat, dimaksudkan agar dengan inisiatif bersama, maka upaya-upaya
untuk mengembangkan ekonomi jemaat (secara pribadi maupun keluarga) di jemaat
bisa bergulir.
Sudah saatnya dan demi terwujudnya
tema 2019 tersebut kita memberi perhatian pada sisi kesejahteraan jemaat
terkhusus dalam hal pendampingan ketrampilan dan maupun usaha kerja. Dikandung
maksud agar pelayanan gereja benar-benar menuju ke pelayanan yang holistik.
Tidak hanya pada penekanan kehidupan dan pemerintahan gereja dan tidak hanya
kepada pengajaran gereja namun juga memberi keseimbangan kepada kesejahteraan
jemaat yang meluas kepada masyarakat.
Diakonia dalam tradisi Gereja yang
sempit diwujudkan dalam kegiatan menyantuni orang miskin, terlantar, dan sakit
(=Diakonia Karitatif). Diakonia
dalam makna yang lebih luas adalah melayani supaya orang hidup, dalam segala
kepenuhannya (=Diakonia Reformatif).
Maka mengupayakan lapangan kerja bagi yang kena PHK atau tidak bekerja,
mengupayakan keterampilan dan keahlian untuk modal bekerja, menghubungkan
dengan pihak-pihak yang membutuhkan tenaga kerja, mengupayakan tumbuhnya usaha
rumah tangga untuk mendapatkan tambahan penghasilan dan kegiatan yang
produktif, dan mendukung semua upaya mengembangkan ekonomi dengan semangat
kasih yang sedia berbagi, hidup bersahaja, dan mempunyai prioritas itulah
arahan pencapaiannya.[2]
Sehingga pada saatnya, jemaat dapat
hidup dan menghidupi kebutuhannya sendiri mencapai kebahagiaannya (Diakonia Transformatif). Gereja yang
tidak berdiakonia adalah gereja yang mati; mengabaikan karunia-karunia Allah
dan belum sungguh-sungguh menghayati kasih Kristus.[3]
PEMAKNAAN AYAT
Lukas
4:18,19
“Roh
Tuhan ada padaKu, oleh
sebab Ia telah mengurapi
Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan
Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang
tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk
membebaskan orang-orang yang tertindas,
untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang.”
Melalui ayat
tersebut Tuhan Yesus menegaskan bahwa kehadiran-Nya di dunia
adalah untuk menghadirkan “pembebasan” bagi manusia. Pembebasan ini tidak hanya
dalam arti spiritual berupa
pembebasan dari dosa, gangguan roh-roh jahat serta berorientasi kepada yang
Ilahi, tetapi juga pembebasan dalam arti sosio-budaya : dari kemiskinan, kebodohan, keterbelengguan
strata sosial dan kemiskinan relasi sosial dengan pihak lain. Bagi Tuhan
Yesus, pembebasan adalah pembebasan yang bersifat holistik, menyentuh seluruh
dimensi kehidupan manusia baik secara rohani maupun jasmani.
Landasan
Teologis bagi keterlibatan Gereja dalam pembangunan kesejahteraan
sosial bertumpu kepada apa yang telah dilakukan oleh Tuhan Yesus sendiri.
Ia menjelma menjadi manusia dalam rangka mewujudkan keselamatan bagi manusia, termasuk di
dalamnya adalah pembangunan
kesejahteraan sosial. Ia merasakan kelaparan yang sama dengan orang-orang
di sekitarnya. Ia mengalami penderitaan akibat penjajahan Romawi sama seperti
manusia sezaman-Nya. Ia tidak duduk di istana atau tinggal di balik
bangunan megah yang tertutup
rapat dengan penjagaan ketat,
tetapi Ia duduk bersama kumpulan
orang berdosa (Mar 2,16). Hal itu semua
dilakukanNya untuk mengembalikan harkat dan martabat manusia dengan memberikan
kehidupan yang berkelimpahan.
Solidaritas
Kristus atas manusia sebagai
puncak dan pusat karya-Nya menjadi dasar
untuk pekerjaan-pekerjaan sosial yang dilakukan Gereja dalam pengembangan karya
sosial ekonomi dewasa ini. Allah menghendaki setiap manusia
berkembang ke arah martabat sebagai citra Allah dengan
terpenuhinya kebutuhan
dasar : sandang, pangan dan papan. Oleh karena itu, Gereja tidak
boleh tinggal diam dalam upaya pembangunan kesejahteraan sosial bagi masyarakat
dan warganya.[4]
APLIKASI
Dengan
meneladan Kristus yang datang kepada manusia untuk memberi hidup, maka tujuan
Gereja dalam mengusahakan kesejahteraan sosial adalah untuk memelihara dan
bertanggungjawab atas pribadi manusia yang telah dipercayakan Kristus kepadanya
agar setiap manusia dapat hidup dalam martabat sebagai citra Allah dengan
terpenuhi kebutuhan dasarnya.
Dalam
perspektif ini, keterlibatan Gereja dalam permasalahan sosial dan upaya peningkatan
sosial ekonomi harus
benar-benar mewujud secara nyata baik dijemaat demikian pula di
tengah masyarakat sebagai jawaban Gereja atas persoalan
sosial ekonomi yang muncul.
PENGEMBANGAN
PELAYANAN DIAKONIA REFORMATIF DAN
TRANSFORMATIF
E Gerrit Singgih[5]
menjelaskan bahwa perhatian pada sumber daya manusia hal itu berarti membentuk generasi profesional mandiri. Sehingga
yang menjadi perhatian adalah bagaimana meningkatkan sumber daya tersebut
sehingga potensinya dapat berlipat ganda dan dapat dimanfaatkan secara
maksimal. Gereja dalam berpelayanan tidak hanya terpusat pada moral-iman-ritual dan pemerintahan/kehidupan bergereja saja
melainkan harus sampai kepada pelayanan kesejahteraan
kehidupan finansial jemaatnya.
Di sinilah peran penting diakonia yang
secara kelembagaan menjadi tugas dan tanggung jawab Majelis Diaken, Komisi Diakonia, Tim Peberdayaan Ekonomi Jemaat (TPEJ)
bahkan juga Komisis/Forum/Tim yang
mempunyai program pemberdayaan ekonomi.
1.
Pengertian
Diakonia
Secara harafiah, kata diakonia
berati “memberi pertolongan atau pelayanan”. Kata ini berasal dari bahasa
Yunani diakonia (pelayanan), diakonein (melayani), diakonos (pelayan).
Dalam PB, ada 5 kata lain yang memiliki makna “melayani” : douleuin
(melayani sebagai budak Roma 1:1), latreuein (melayani Tuhan, bukan
untuk sesama Roma 12:1), leitourgein (melayani umum, demi kesejahteraan
rakyat Roma 15:27, 2 Kor. 9:12), therapeuein (mengurus atau
menyembuhkan), huperetein (pelayan hukum Mat. 5:25).
Kelompok kata diakonein
mempunyai nuansa khusus, yaitu menyangkut/kena mengena dengan pelayanan antar
sesama manusia. Kata ini mula-mula berarti : pelayanan pada meja makan, naik
dalam arti mempersiapkan jamuan makan (Kis. 6:2) maupun dalam arti pekerjaan
pelayan meja, yang siap melayani para tamu (Luk. 12:37; 17:8; Yoh. 2:5,9).
Pelayanan seperti itu biasanya dianggap pekerjaan yang rendah, yang dilakukan
oleh para budak saja (Yoh. 13:4). Dari arti harafiah ini terungkap juga arti
melayani sesama secara umum, yaitu sesama yang lebih rendah kedudukannya (Luk.
22:26,27). Mengenai para wanita yang mengikuti Yesus dikatakan mereka
melayani-Nya dengan harta benda (Luk. 8:3), sementara Matius 25:31 – 46
melukiskan pelayanan sebagai memberi makan dan minum, memberi pakaian dan
tumpangan, perawatan dan kunjungan orang yang sakit serta para tahanan yang
dilihat sebagai pelayanan kepada Tuhan Allah.[6]
Dalam perkembangan selanjutnya, kata
diakonia dipakai oleh Gereja untuk menyebut semua pekerjaan pelayanan yang
dilakukan oleh orang-orang beriman maupun oleh Gereja kepada sesama yang
menderita, yang miskin, dan yang tertindas.
2.
Diakonia Reformatif
Diakonia Reformatif adalah pelayanan yang dilakukan dengan cara memberikan
fasilitas dan keterampilan-keterampilan tertentu bagi kelompok-kelompok yang
dibantu sehingga ia mampu mendapatkan hasil usaha dari apa yang telah
dilakukannya sendiri. Analogi model ini adalah memberikan kail ketrampilan memancing supaya ia mengusahakan sendiri.
Pelayanan jenis ini berusaha meningkatkan
kehidupan atau kondisi yang dilayani, misalnya melalui penyuluhan atau pemberian
bantuan berupa modal kerja, penyelenggaraan
kursus-kursus keterampilan atau gereja menjadi penyalur (=menghubungkan) dengan
instansi-instansi tenaga kerja, seperti BLK dan menjadi penyalur (=mencarikan)
lapangan pekerjaan.[7]
3.
Diakonia Transformatif
Diakonia Transformatif
adalah pelayanan gereja secara multi-dimensional (roh, jiwa dan tubuh) dan juga
multi-sektoral (ekonomi, politik, cultural, hukum dan agama) yang membawa
manusia dengan sistem dan struktur kehidupannya. Diakonia ini bersama
masyarakat memperjuangkan hak-hak hidup. Dianalogikan dengan gambar mata
terbuka artinya, diakonia ini adalah pelayanan mencelikkan mata yang buta dan
memampukan kaki seseorang untuk kuat berjalan sendiri.[8]
Analogi diakonia ini adalah kelanjutan dari
Diakonia Reformatif yaitu setelah orang kelaparan tersebut diberikan pancing
dan diajari teknik memancing, orang tersebut pergi ke sungai untuk memancing,
ternyata dia diusir dari sana, karena sungai tersebut telah dikuasai oleh orang
lain. Lalu pergi ke sungai yang lain lagi, disana dia mengalami kekecewaan
karena di sungai itu tidak ada ikan lagi, airnya sudah tercemar berat oleh
limbah pabrik maka ia harus berusaha mancari tempat lainnya lagi sampai
menemukan dan dapat memancing dan dapat ikan banyak.
SASARAN PENCAPAIAN
Tema ini
memberi penekanan kepada kebutuhan finansial hidup jemaat yang diwujudkan dalam
pemberdayaan ekonomi jemaat dengan harapan terjadi peningkatan kesejahteraan
jemaat. Namun demikian pelayanan moral-iman-ritual dan pemerintahan/kehidupan
bergereja tetap menjadi program dan tetap dilaksanakan.
[1] Sinode Gereja-gereja
Kristen Jawa, Tata Gereja dan tata
Laksana Gereja Kristen Jawa: Salatiga,
Sinoge GKJ, 2018, h.17 band. Tata Gereja dan Tata Laksana Gereja Kristen
Jawa, Ps.6,7, 2005.
[2] https://pgi.or.id/sr-xvi-pgi-pemberdayaan-ekonomi-jemaat-tak-lagi-bicara-teori/
[3] G Riemer, Jemaat Yang Diakonal (Perspektif Baru Dalam
Pelayanan Kasih): Jakarta, Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 2004, h.127.
[5] Emmanuel Gerrit Singgih, Bergereja, Berteologi dan Bermasyarakat:
Yogyakarta, Taman Pustaka Kristen, 2007, h.88-102.
[6] A Noordegraaf, Orientasi Diakonia Gereja: Jakarta, BPK
Gunung Mulia, 2004, h.2-4
[7] Jump to
navigation Jump to
search band. https://hesron89.wordpress.com/2013/05/03/gereja-dan-diakonia/






0 komentar:
Posting Komentar