Senin, 25 November 2019

Perutusan dalam Praksis Pelayanan Fungsional (Roma 12:1-8)




PENDAHULUAN

Tema : Perutusan Dalam Praksis Pelayanan Fungsional dalam mewujudkan visi 20 tahun ke depan yaitu Menjadi Gereja Misioner. Fokus prioritas program di tahun ini adalah memfungsikan secara optimal keberadaan Komisi-komisi, Forum atau Tim yang terhimpun ke dalam layanan fungsional dimaksud untuk bersama membangun gereja melalui pelayanan fungsional dibidangnya masing-masing. Yang terasuk dalam layanan fungsional(=kategori profesi maupun kategori Pelayanan)[1] ini adalah  Komisi Pralenan, Forum Komunikasi Guru-guru Kristen, Tim Relawan, Pelayanan Diakonia, Pelayanan di bidang Musik.
Kata Perutusan[2] menjadi hak paten yang melekat pada setiap orang beriman yang menyadari akan harkat dan martabatnya sebagai manusia yang sudah diselamatkan serta mempunyai  tanggung jawab meneruskan dan mengumandangkan keselamatan itu kepada orang lain. Kata praksis artinya praktis (bidang kehidupan dan kegiatan-kegiatan praktis manusia)[3]. Jadi setiap perutusan pelayanan fungsional dibidangnya masing-masing harus terwujud dalam medan/bidang kehidupan manusia secara praktis dan realistis.
Jikalau istilah dimaksud dipahami dan terjabar dalam langkah karya pelayanan, maka tidak akan dijumpai akan adanya kemamdegan (=tidak berfungsi) dari masing-masing layanan tersebut. Sebab kemandegan dari sebuah pelayanan berarti sebuah beban yang harus ditanggung gereja. Adanya Komisi, Tim ataupun Forum dibentuk untuk sebuah kekuatan gereja agar semakin maju, bertumbuh dan berkembang, bukan menjadi beban gereja.   

PEMAKNAAN AYAT

Memahami hal tersebut di atas, maka landasan dasar firman untuk tema tersebut diambil dari surat Roma12:1-8. Melalui firman tersebut Paulus memberikan nasihat penggembalaan kepada jemaat di Roma, sebagai berikut:

1.    Ibadah yang sejati adalah mempersembahkan tubuh  ---semua yang dikerjakan oleh tubuh setiap hari---  sebagai persembahan yang sejati. Bukan hanya mempersembahkan dalam bentuk liturgis dan bukan pula hanya dalam bentuk upacara keagamaan, melainkan lebih dari itu mempersembahkan kehidupan sehari-hari yang benar dan yang sesuai dengan kehendakNya[4]. Seseorang bisa berkata: ”Saya akan pergi ke gereja untuk beribadah kepada Allah”. Itu benar dan tidak salah, tetapi dia seharusnya juga berkata: ”Saya akan pergi ke Pabrik, ke Toko, ke Kantor, ke Sawah, ke Sekolah, ke Kebun, bermain untuk beribadah kepada Allah”. Jadi seantero aktifitas kegiatan kehidupan kita dimulai dari konsep berpikir, berkata-kata dan bertingkah laku harus menjadi bagian sentral dari ibadah kita sebagai persembahan yang sejati. Jikalau hal tersebut dipahami dan dimengerti oleh setiap orang beriman, maka di dalam setiap langkah aktifitasnya akan selalu mengupayakan dan mengutamakan kekudusan hidup untuk menjaganya tidak berbuat dosa.

2.     Lebih lanjut dalam ayat 3-8 Paulus memberikan penekanan pada pemahaman gereja sebagai tubuh Kristus. Gereja sebagai tubuh Kristus harus nyata dalam setiap bagian-bagiannya dapat berfungsi. Berfungsinya sebuah gereja akan nampak dari pertumbuhan yang terjadi, oleh karena seriap bagian-bagiannya  (=wadah-wadah layanan seperti Komisi-komisi, Forum, Tim) dapat menyatakan fungsinya[5].

3.     Hal berikut yang menjadi penekanan adalah tentang  karunia-karunia di dalam jemaat. Bahwa karunia-karunia yang bermacam-macam itu adalah pemberian Allah yang harus dikembangkan dan dipertanggungjawabkan dalam pelayanan sebagai ucap syukur persembahan yang sejati. Apun karunia jemaat, ia harus mengembangkan dan mempertanggungjawabkan dengan motifasi bukan untuk kepentingan diri pribadi, tetapi keyakinan bahwa itu adalah tugas dan kehormatan yang Allah berikan kepadanya untuk mengambil bagian dalam tugas pelayanan[6].

4.     Namun perlu diingat bahwa krunia-karunia yang berbeda-beda satu dengan lain itu ”terbatas”[7].
Sebagai contohnya adalah ilustrasi antara seekor Anjing dengan seekor Belalang. Suatu saat Anjing dan Belalang beradu lomba melompat pagar. Yang menang adalah si Anjing karena memang pandai melompat pagar dibanding Belalang. Lomba yang ke dua adalah melompat ditempat. Pemenangnya adalah yang bisa melompat tinggi ditempat dan lama. Pemenangnya adalah Belalang. Akhirnya mereka mengakhiri perlombaan dan saling mengakui kehebatan lawannya. Anjing memang mempunyai talenta kelebihan melompat dan ia menang, tetapi Anjing itu mempunyai kelemahan keterbatasannya yaitu tidak bisa melompat ditempat karena badannya gemuk, sedangkan Belalang memang mempunyai talenta melompat ditempat, namun ia juga mempunyai kelemahan/keterbatasan yaitu tidak bisa melompat pagar yang tinggi.
Si Anjing dan Belalang mempunyai talentanya masing-masing, tetapi juga mempunyai kelemahan/keterbatasannya masing-masing. Si Anjing menang tetapi kalah, demikian juga dengan Belalang. Itulah yang diartikan dengan ”terbatas”. Demikian pula dengan manusia yang dikaruniai talenta, namun toh ”terbatas”. Ia mampu dan mahir dalam bidangnnya, tetapi menyerah dalam bidang lainnya. Itulah yang dimaksud dengan ”terbatas”

Memahami hal tersebut di atas, maka dalam hal pembangunan jemaat tidak bisa hanya diserahkan kepada seseorang, namun membutuhkan keterlibatan peran aktif setiap jemaat untuk berkerja sama, saling medukung dan saling menerima satu dengan yang lainnya. Teringatlah kita akan pesan dan enekatan dari seorang tokoh pembangunan jemaat yaitu Rick Warren Ia mengatakan: ”... Allah mengharapkan jauh lebih banyak dari setiap oang Kristen. Ia (=Allah) mengharapkan setiap orang Kristen menggunakan karunia dan talentanya  dalampelayananJikalau kita dapat membangunkan dan melepaskan talenta,  sumber kemampuan, kreatifitas dan energi yang besar  ---yang selama ini tidak aktif---  Kekristenan akan mengalami ledakan  angka pertumbuhan yang tidak pernah terjadi sebelumnya[8].
Demak yang kita artikan sebagai Dadi Etuk Margining Allah Kaswargan dikandung maksud bahwa jemaat GKJ Demak harus dapat mengupayakan fungsinya tidak hanya menjadi etuk (sumber) berkat, tetapi juga harus bisa menjadi margi (jalan) atau salurab berkat bagi sesama. Hal tersebut harus terjadi sebagai upaya mewujudkan visi – misi : Menjadi Gereja Misioner.
Oleh karena itu, mengharap kepada Komisi Pralenan,  Forum Komunikasi Guru-guru Kristen, Tim Relawan, Pelayanan Diakonia maupun pelayanan musik untuk bisa lebig optimalkan kiprah pelayanan melalui program-programnya. Setidak-tidaknya di tahun ini sudah mulai terbuka wawasan kita untuk bisa menjadi saluran berkat, seperti pesan Jimmy Oentoro[9]: ”Gereja bukan sekolah, tetapi Allah ingin gereja mendidik orang dalam kebenaran. Gereja bukan bank, tetapi Allah akan mencurahkan berkat keuangan bagi kota melalui gerejaNya. Gereja bukan ABRI, namun gerejalah yang mempertahankan kota dihadapan Allah supaya tidak dihancurkan. Gereja bukan Polisi, namun gerejalah yang menutup tempat-tempat pelacuran-perselingkuhan, perjudian dan kenajisan. Gereja bukanlah rumah sakit, namun orang mengharapkan kesembuhan dalam gereja. Gereja bukanlah tempat rekreasi, namun pemulihan dan penyegaran jiwa hanya bisa diharapkan di gereja.  Gereja bukan restoran, namun Allah ingin agar gereja memberi makan pada yang kekurangan.
Dari gereja, mengalir aliran ”air kehidupan” bagi seluruh kota”. Itulah sebenarnya jati diri gereja, oleh karena itu marilah kita upayakan dan kita perjuangkan agar kasihNya nyata dalam kehidupan umat manusia melalui gerejaNya GKJ Demak. Amin.



[1]    Sinode GKJ, Tata Gereja Tata Laksana GKJ, Ps. 18, Sala tiga: Sinode Gereja-gereja Kristen Jawa, 2005,  h.62-63
[2]     Lihat dan baca Buku Pedoman ini dihalaman 1-2 tentang pengertian perutusan yang diambil dari akar kata Misioner
[3]     Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi ketiga), Jakarta: Balai Pustaka, 2005, H.892.
[4]       Willian Barcley, Pemahaman Alkitab Setiap Hari Roma, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1990. h.234-236
[5]  Ibid., h. 237-238
[6]  Ibid., h. 239-243
[7]   Parlindungan Marpaung, Setengah Isi, Setengah Kosong, (Half Full-Half Empty), Bandung: MQS Publishing, 2008, h.173-177
[8]  Rick Warren,  The Purpose Driven Church (Pertumbuhan Gereja Masa Kini), Malang: Gandum Mas, 2006, h.373-374.
[9]  Dr. Solarso Sopater, Drs. Bambang Subandrio, S.Th., Dr. JH Wirakotan (Penyunting), Kepemimpinan dan Pembinaan Warga Gereja (Seri Membangun Bangsa), Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1998, h.203-204.

0 komentar:

Posting Komentar