PENDAHULUAN
Tema : Perutusan Dalam Praksis Pelayanan Fungsional dalam
mewujudkan visi 20 tahun ke depan yaitu Menjadi Gereja Misioner. Fokus
prioritas program di tahun ini adalah memfungsikan secara optimal keberadaan
Komisi-komisi, Forum atau Tim yang terhimpun ke dalam layanan fungsional
dimaksud untuk bersama membangun gereja melalui pelayanan fungsional dibidangnya
masing-masing. Yang terasuk dalam layanan fungsional(=kategori profesi maupun
kategori Pelayanan)[1]
ini adalah Komisi Pralenan, Forum Komunikasi Guru-guru Kristen, Tim Relawan,
Pelayanan Diakonia, Pelayanan di bidang Musik.
Kata Perutusan[2]
menjadi hak paten yang melekat pada setiap orang beriman yang menyadari akan
harkat dan martabatnya sebagai manusia yang sudah diselamatkan serta
mempunyai tanggung jawab meneruskan dan
mengumandangkan keselamatan itu kepada orang lain. Kata praksis artinya praktis
(bidang kehidupan dan kegiatan-kegiatan praktis manusia)[3].
Jadi setiap perutusan pelayanan fungsional dibidangnya masing-masing harus
terwujud dalam medan/bidang kehidupan manusia secara praktis dan realistis.
Jikalau istilah dimaksud dipahami dan terjabar dalam
langkah karya pelayanan, maka tidak akan dijumpai akan adanya kemamdegan
(=tidak berfungsi) dari masing-masing layanan tersebut. Sebab kemandegan dari
sebuah pelayanan berarti sebuah beban yang harus ditanggung gereja. Adanya
Komisi, Tim ataupun Forum dibentuk untuk sebuah kekuatan gereja agar semakin
maju, bertumbuh dan berkembang, bukan menjadi beban gereja.
PEMAKNAAN AYAT
Memahami hal tersebut di atas, maka landasan dasar firman
untuk tema tersebut diambil dari surat Roma12:1-8. Melalui firman tersebut
Paulus memberikan nasihat penggembalaan kepada jemaat di Roma, sebagai berikut:
1.
Ibadah yang
sejati adalah mempersembahkan tubuh
---semua yang dikerjakan oleh tubuh setiap hari--- sebagai persembahan yang sejati. Bukan hanya
mempersembahkan dalam bentuk liturgis dan bukan pula hanya dalam bentuk upacara
keagamaan, melainkan lebih dari itu mempersembahkan kehidupan sehari-hari yang
benar dan yang sesuai dengan kehendakNya[4].
Seseorang bisa berkata: ”Saya akan pergi ke gereja untuk beribadah kepada
Allah”. Itu benar dan tidak salah, tetapi dia seharusnya juga berkata: ”Saya
akan pergi ke Pabrik, ke Toko, ke Kantor, ke Sawah, ke Sekolah, ke Kebun,
bermain untuk beribadah kepada Allah”. Jadi seantero aktifitas kegiatan kehidupan
kita dimulai dari konsep berpikir, berkata-kata dan bertingkah laku harus
menjadi bagian sentral dari ibadah kita sebagai persembahan yang sejati.
Jikalau hal tersebut dipahami dan dimengerti oleh setiap orang beriman, maka di
dalam setiap langkah aktifitasnya akan selalu mengupayakan dan mengutamakan
kekudusan hidup untuk menjaganya tidak berbuat dosa.
2.
Lebih lanjut
dalam ayat 3-8 Paulus memberikan penekanan pada pemahaman gereja sebagai tubuh
Kristus. Gereja sebagai tubuh Kristus harus nyata dalam setiap bagian-bagiannya
dapat berfungsi. Berfungsinya sebuah gereja akan nampak dari pertumbuhan yang
terjadi, oleh karena seriap bagian-bagiannya
(=wadah-wadah layanan seperti Komisi-komisi, Forum, Tim) dapat menyatakan
fungsinya[5].
3.
Hal berikut yang
menjadi penekanan adalah tentang
karunia-karunia di dalam jemaat.
Bahwa karunia-karunia yang bermacam-macam itu adalah pemberian Allah yang harus
dikembangkan dan dipertanggungjawabkan dalam pelayanan sebagai ucap syukur
persembahan yang sejati. Apun karunia jemaat, ia harus mengembangkan dan
mempertanggungjawabkan dengan motifasi bukan untuk kepentingan diri pribadi,
tetapi keyakinan bahwa itu adalah tugas dan kehormatan yang Allah berikan
kepadanya untuk mengambil bagian dalam tugas pelayanan[6].
4.
Namun perlu diingat
bahwa krunia-karunia yang berbeda-beda satu dengan lain itu ”terbatas”[7].
Sebagai contohnya adalah ilustrasi antara seekor Anjing
dengan seekor Belalang. Suatu saat Anjing dan Belalang beradu lomba melompat
pagar. Yang menang adalah si Anjing karena memang pandai melompat pagar
dibanding Belalang. Lomba yang ke dua adalah melompat ditempat. Pemenangnya
adalah yang bisa melompat tinggi ditempat dan lama. Pemenangnya adalah
Belalang. Akhirnya mereka mengakhiri perlombaan dan saling mengakui kehebatan lawannya.
Anjing memang mempunyai talenta kelebihan melompat dan ia menang, tetapi Anjing
itu mempunyai kelemahan keterbatasannya yaitu tidak bisa melompat ditempat
karena badannya gemuk, sedangkan Belalang memang mempunyai talenta melompat
ditempat, namun ia juga mempunyai kelemahan/keterbatasan yaitu tidak bisa
melompat pagar yang tinggi.
Si Anjing dan Belalang mempunyai talentanya
masing-masing, tetapi juga mempunyai kelemahan/keterbatasannya masing-masing.
Si Anjing menang tetapi kalah, demikian juga dengan Belalang. Itulah yang
diartikan dengan ”terbatas”. Demikian pula dengan manusia yang dikaruniai
talenta, namun toh ”terbatas”. Ia mampu dan mahir dalam bidangnnya, tetapi
menyerah dalam bidang lainnya. Itulah yang dimaksud dengan ”terbatas”
Memahami hal tersebut di atas, maka dalam hal pembangunan
jemaat tidak bisa hanya diserahkan kepada seseorang, namun membutuhkan
keterlibatan peran aktif setiap jemaat untuk berkerja sama, saling medukung dan
saling menerima satu dengan yang lainnya. Teringatlah kita akan pesan dan
enekatan dari seorang tokoh pembangunan jemaat yaitu Rick Warren Ia mengatakan:
”... Allah mengharapkan jauh lebih banyak dari setiap oang Kristen. Ia (=Allah)
mengharapkan setiap orang Kristen menggunakan karunia dan talentanya dalampelayananJikalau kita dapat membangunkan
dan melepaskan talenta, sumber
kemampuan, kreatifitas dan energi yang besar
---yang selama ini tidak aktif---
Kekristenan akan mengalami ledakan
angka pertumbuhan yang tidak pernah terjadi sebelumnya[8].
Demak yang kita artikan sebagai Dadi Etuk Margining Allah
Kaswargan dikandung maksud bahwa jemaat GKJ Demak harus dapat mengupayakan
fungsinya tidak hanya menjadi etuk (sumber) berkat, tetapi juga harus
bisa menjadi margi (jalan) atau salurab berkat bagi sesama. Hal tersebut
harus terjadi sebagai upaya mewujudkan visi – misi : Menjadi Gereja Misioner.
Oleh karena itu, mengharap kepada Komisi Pralenan, Forum Komunikasi Guru-guru Kristen, Tim Relawan,
Pelayanan Diakonia maupun pelayanan musik untuk bisa lebig optimalkan kiprah pelayanan melalui program-programnya.
Setidak-tidaknya di tahun ini sudah mulai terbuka wawasan kita untuk bisa
menjadi saluran berkat, seperti pesan Jimmy Oentoro[9]:
”Gereja bukan sekolah, tetapi Allah ingin gereja mendidik orang dalam
kebenaran. Gereja bukan bank, tetapi Allah akan mencurahkan berkat keuangan
bagi kota melalui gerejaNya. Gereja bukan ABRI, namun gerejalah yang
mempertahankan kota dihadapan Allah supaya tidak dihancurkan. Gereja bukan
Polisi, namun gerejalah yang menutup tempat-tempat pelacuran-perselingkuhan,
perjudian dan kenajisan. Gereja bukanlah rumah sakit, namun orang mengharapkan
kesembuhan dalam gereja. Gereja bukanlah tempat rekreasi, namun pemulihan dan
penyegaran jiwa hanya bisa diharapkan di gereja. Gereja bukan restoran, namun Allah ingin agar
gereja memberi makan pada yang kekurangan.
Dari gereja, mengalir aliran ”air kehidupan” bagi seluruh
kota”. Itulah sebenarnya jati diri gereja, oleh karena itu marilah kita
upayakan dan kita perjuangkan agar kasihNya nyata dalam kehidupan umat manusia
melalui gerejaNya GKJ Demak. Amin.
[1]
Sinode GKJ, Tata Gereja Tata
Laksana GKJ, Ps. 18, Sala tiga: Sinode Gereja-gereja Kristen Jawa,
2005, h.62-63
[2]
Lihat dan baca Buku Pedoman ini dihalaman 1-2 tentang pengertian perutusan yang diambil dari akar
kata Misioner
[3]
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus
Besar Bahasa Indonesia (Edisi ketiga), Jakarta: Balai Pustaka, 2005,
H.892.
[4]
Willian Barcley, Pemahaman
Alkitab Setiap Hari Roma, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1990. h.234-236
[5] Ibid., h. 237-238
[6] Ibid., h. 239-243
[7] Parlindungan Marpaung, Setengah Isi, Setengah Kosong,
(Half Full-Half Empty), Bandung :
MQS Publishing, 2008, h.173-177
[8] Rick Warren, The
Purpose Driven Church (Pertumbuhan Gereja Masa Kini), Malang : Gandum Mas, 2006, h.373-374.
[9] Dr. Solarso Sopater, Drs.
Bambang Subandrio, S.Th., Dr. JH Wirakotan (Penyunting), Kepemimpinan dan Pembinaan Warga Gereja (Seri Membangun Bangsa),
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1998, h.203-204.






0 komentar:
Posting Komentar