PENDAHULUAN
Muncul
pertanyaan: ”Apakah kita sudah berbenah?” Jawabnya adalah: “Sudah!” Apakah kita
sudah “membangun diri?” Jawabnya: “Sudah!” Hanya persoalannya adalah tidak
berhenti pada sudah, melainkan bahwa berbenah dan membangun haruslah senantiasa
diupayakan. Berbenah dalam arti melakukan evaluasi, introspeksi dan koreksi
diri. Membangun yaitu mencari solusi bagi pembenahan itu sehingga dapat
mencapai kemajuan, perkembangan dan pertumbuhannya.
Sekarang kita sudah memasuki tahun kedua dari tema lima
tahun kedua “Mengembangkan Semangat Misioner
dalam Menanggapi Karya Penyelamatan Allah” (2011-2015). Mengembangkan Semangat
Misioner dalam Menanggapi Karya Penyelamatan Allah dikandung maksud bahwa
setiap jemaat harus terpanggil dalam keterlibatannya melalui praksis pelayanan
agar karya penyelamatan Allah dapat tersiar dan dirasakan setiap umat.
Setiap jemaat harus terlibat dalam
panggilan pelayanan melalui talenta masing-masing. Itulah semangat misioner
yaitu bahwa setiap gereja/jemaat yang bersaksi harus tercermin disetiap jemaat.
Sehingga tidak ada jemaat yang masa bodoh, acuh tak acuh.
Semangat misioner ini akan menemukan
dirinya melalui peran aktif masing-masing Komisi, baik Komisi Kategorial,
Fungsional, Forum, Tim. Sehingga tidak dijumpai akan adanya yang ”mandeg” (Jawa).
Semangat misioner akan lebih berkembang dan dapat dirasakan dengan adanya bebadan-bebadan (=lembaga) lainnya seperti :
Koperasi, Pemberdayaan Ekonomi Jemaat
diperluas kepada masyarakat,dll. Itulah bebandan-bebadan yang perlu
dipersiapkan melengkapi bebadan dalam gerejawi.
Dalam hal ini samangat misioner yang
bisa diartikan sebagai Pewartaan Injil (PI) bukan untuk tujuan kristenisasi
melainkan agar kasih dan anugerah Allah bisa dirasakan oleh setiap umat. Oleh
karena itu setiap jemaat dan semua perangkat sudah harus siap memasuki tema
dimaksud.
DASAR TEMA
1.
Situasi
dan Kondisi
“Dalam pelayanan gereja sering kali terjadi yang aneh-aneh. Ada guru Sekolah Minggu yang
“cuti panjang” alias tidak muncul selama beberapa bulan. Ada anggota koor yang
jarang ikut latihan, namun ketika koor itu menyanyi di gereja tiba-tiba ia
muncul. Ada Penaatua yang “hilang dari peredaran” alias diam-diam menjadi non
aktif. Ada pihak-pihak yang suka memaksakan keinginan, sehingga dalam rapat
terjadi gontok-gontokan. Ada pula yang ngambek dan mengundurkan diri ketika
usulnya tidak diterima. Ketika ada sejumlah pekerjaan yang perlu dikerjakan
bersama, kebanyakan orang berkerumun di “seksi enak”. Untuk “seksi repot” atau
“seksi capek” orang berkata” “Maaf, jangan saya.” Ada sebuah keputusan yang
sudah disepakati oleh rapat, namun sudah tiga bulan belum terlaksana sebab
orang yang bersangkutan jarang hadir di rapat. Kejadian-kejadian itu menunjukkan
adanya perasaantidak terikat pada suatu komitmen. Rupanya di sini terletak akar
persoalannya dalam pelayanan yaitu kurang rasa tanggung jawab, kurang dedikasi
dan kurang komitmen.”
Mungkin juga bisa ditambah karena merasa tidak mampu atau
karena tidak ada waktu. Singkatnya segudang alasan bisa diajukan guna
menghindari tugas pelayanan. Itulah yang menjadi penyebab adanya tubuh
“organisme” yang sakit dan menjadi kendala bagi berfungsinya tubuh “organisme”
lainnya.
Mengolah Potensi Diri, membangun Kemampuan. Muncul
pergumulan kita, apakah kita mempunyai potensi ? Bagaimana kita
bertanggung jawab terhadap potensi tersebut ?
2.
Nats: Matius
25:14-30
a. Tentang Potensi
Guna menjawab pergumulan tema kita tentang potensi, maka
kita akan memakai dasar nats kita dari Matius 25:14-30 tentang Perumpamaan
Talenta yang Tuhan Yesus ajarkan kepada para murid dan kita semua. Dalam
Perjanjian Lama talenta adalah satuan ukuran berat sekitar 34 kg (Kel 25:39).
Sedangkan dalam Perjanjian Baru diartikan sebagai sejumlah besar uang, lebih
dari upah rata-rata seorang buruh biasa selama 19 tahun (Mat 18:24).[2] Daniel J Harrington menerjemahkan talenta
sebagai bakat alam yang dapat dikembangkan dengan praktek yang tekun. Oleh
karenanya harus dipertanggungjawabkan dengan cara kesediaan terus-menerus
menuntut tindakan yang menghasilkan buah yaitu mengolah talenta tersebut agar
berfungsi dan bermanfaat.[3]
Jadi pemahaman berat atau uang menunjuk kepada pengertian
kemampuan atau bakat alam karunia Tuhan. Pemahaman itulah yang kita artikan
dengan potensi. Pertanyaan yang muncul adalah: Apakah setiap manusia
dikaruniai potensi tersebut? Jawabnya
yang pasti adalah ya, dengan akal budinya. Itulah kemampuan dasar yang Allah
karuniakan sebagai modal hidup manusia didunia ini.
b. Tanggung jawab
Pengembangan Potensi
Tiga orang dengan talenta yang berbeda menggambarkan
bahwa: 1) Setiap orang mempunyai talenta atau bakat kemampuan atau
potensinya masing-masing, 2) Talenta atau bakat kemampuan atau potensi itu berbeda
kapasitasnya antara satu dengan yang lainnya. Bukan berarti Allah
membeda-bedakan. Perbedaan itu terjadi oleh karena cara kita manusia di
dalam mengolah dan mengembangkannya. 3) Talenta atau bakat kemampuan atau potensi yang Allah
karuniakan kepada kita manusia harus dipertanggungjawabkan dengan cara dikelola
dan dikembangkan masing-masing menurut kesanggupannya.
Andar Ismail memberikan pemahaman sebagai berikut:[4]
dari ketiga orang tersebut, setelah diminta pertanggungjawaban, hanya dua orang
yang bertanggung jawab menggandakan dan mengembangkan talentanya. Satu orang
tidak melakukannya. Kepada ke dua orang yang bertanggung jawab itu, Majikan
yang adalah Allah mengatakan: “Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang
baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan
kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar.” Kepada orang yang tidak
bertanggung jawab, Majikan itu berkata:
“Hai kamu hamba yang jahat dan malas ....”Sekilas, perumpamaan itu memberi
penekanan bahwa yang menjadi ukuran adalah hasil: lima, dua dan nol. Namun
sebenarnya bukan itu yang menjadi penekanannya.
Yang menjadi penekanan dalam perumpamaan ini adalah sikap dan tanggung
jawab terhadap tugas. Hamba pertama dan kedua dipuji bukan karena hasil yang
diperoleh, melainkan karena komitmen terhadap tugas dan tanggung jawabnya.
Majikan tidak berkata: “Hai hambaku yang berhasil,” melainkan ia berkata: “Hai
hambaku yang baik dan setia, ...” Kepada hamba ketiga, ia tidak berkata: “Hamba
yang gagal, “ melainkan “Hamba yang jahat dan malas.”
Sikap yang dipuji adalah sikap yang setia dan bertanggung jawab terhadap
tugas pelayanan yang diembankannya yaitu bijaksana dalam mengatur tugas
pelayanan, bertanggung jawab terhadap tugas pelayanan, rajin dalam menjalankan tugas pelayanan,
waspada dalam melaksanakan tugas pelayanan serta rela berlelah dalam
menyelesaikan tugas pelayanan.
Sikap yang dicela adalah sikap kerja yang asal-asalan, yang dilakukan
dengan setengah hati, yang kurang sungguh, yang tidak berencana, yang kurang
dipersiapkan, yang kurang cermat dan yang berhenti ditengah jalan.
c. Ukuran
Tugas Pelayanan
Ukuran utama yang dipakai Tuhan Yesus dalam menilai suatu tugas pelayanan adalah
bukan produk, melainkan proses. Inilah yang dinamakan dengan pendekatan orientasi
pada proses dan bukan pendekatan orientasi pada produk. Dalam proses tugas
pelayanan membutuhkan komitmen tanggung jawab dan kesetiaan terhadap tugas.
Oleh karenanya, suatu kegagalan bukan merupakan
kesalahan. Yang salah adalah sikap yang tidak setia dan tidak bertanggung
jawab. Yang terpenting adalah sudah ada usaha untuk memulai melakukan dan
bekerja dalam pelayanan ke arah visi dan misi. Ukuran pelayanan bukan hasil,
melainkan kesetiaan, ketekunan, kesungguhan, kegembiraan, kerelaan dan
kejujuran kita dalam melayani.
Jikalau terdapat Majelis atau pengurus Komisi, Forum, Tim
atau Panitia tidak aktif dan tidak berfungsi alias “mandeg” itu berarti bahwa
semangat kesetiaan, ketekunan,
kesungguhan, kegembiraan, kerelaan dan kejujuran dalam melayani sudah pergi
jauh.
d. Talenta
Diambil
Ay. 28 “ Sebab itu ambilah talenta itu dari padanya ....”
Ayat tersebut mengandung pengertian bahwa jikalau talenta ---yang adalah bakat
kemampuan atau potensi--- tidak dikembangkan untuk dipertanggungjawabkan, maka
akan diambil dan diberikan kepada yang bisa mengembangkannya.
Betapa celakanya kita apabila talenta yang ada pada diri
kita Dia ambil gara-gara kita tidak bertanggung jawab untuk mengembangkannya.
Pengambilan talenta akan memperburuk keadaan baik pada diri sendiri maupun
komunitas. Tambah hari tambah parah, jikalau tidak segera dilakukan upaya
tindakan pencegahan dengan cara pertobatan untuk mau memulai aktifitas tanggung
jawab dalam pelayanan.
PEMAHAMAN TEMA
1.
Pengertian
Tema
Tema Mengolah
Potensi Diri, Membangun Kemampuan. Tema ini memacu dan memotifasi kita ---jemaat GKJ Demak--- untuk memahami dan mengerti bahwa setiap
manusia dikaruniai potensi atau kemampuan atau talenta sejak dari kandungan
ibu. Ketika manusia itu mengalami proses pertumbuhan dan perkembangannya,
mereka harus mengolah (=menggunakan) potensi itu agar bisa hidup dan menyikapi
kehidupan.
Upaya
mengembangkan potensi diri melalui pengetahuan yang dilengkapi dengan
ketrampilan maupun melalui upaya-upaya lain yang bermanfaat bagi pengembangan
potensi itusendiri, itu berarti kita sedang membangun kemampuan yaitu kemampuan
diri. Membangun kemampuan harus dilakukan agar dapat berkembang dan melipatgandakan
potensi yang ada pada diri seseorang itu.
2.
Arah Tema
Dalam kaitannya dengan tugas pelayanan gereja baik di aras Majelis maupun
Komisi-komisi, Forum, Tim, panitia mempunyai tanggung jawab yang sama yaitu
mengembangkan potensi sesuai talenta masing-masing dalam wujud peran ambil
bagian secara aktif setiap warga jemaat untuk berkiprah dalam praksis
pelayanan.
Memahami nats kita di atas, maka tidak ada alasan untuk berdalih bahwa
“Saya tidak bisa” atau “Saya tidak mampu” atau “Saya bodoh.” Semuanya mempunyai
potensinya masing-masing dan harus dikembangkan sesuai talenta yang dimilikinya.
Talenta atau kemampuan atau potensi itu akan berkembang dan bermanfaat ketika
kita mau dan bersedia terlibat secara langsung dalam aktifitas pelayanan.
Itulah “organisme” yang sehat yaitu “organisme” yang setiap
bagian-bagiannya dapat menjalankan fungsi tanggungjawabnya sesuai dengan bagian
tugasnya masing-masing. Harapan yang terkandung, ditahun ini tidak ada Komisi
atau Forum atau Tim atau Panitia yang “sakit” karena tidak berfungsi.
1.
Sebuah
Situasi dan Kondisi
Memahami
kondisi adanya Komisi atau Forum atau Tim atau Panitia yang tidak bisa
berfungsi sebagai organisme yang hidup, maka perlu dicarikan penyebabnya. Bisa
jadi penyebabnya masalah waktu karena kesibukan, berada di luar kota karena
kuliah atau kerja. Usul pendapatnya tidak pernah diterima dan dihargai dengan
baik. Itu juga bisa menjadi salah satu faktornya. Mereka dijadikan sebagai
obyek sasaran dari program dan bukan subyek. Namun juga bisa terjadi karena
penolakan secara halus dengan cara tidak mau hadir rapat dan tidak mau kerja
berpelayanan. Seribu macam banyak hal penyebabnya. Memahami hal tersebut,
setidaknya perlu dicarikan salah satu solusi penanganannya. Salah satu solusi
tersebut adalah masalah iklim pelayanan.
2.
Iklim
Positif
Iklim yang
baik atau positif akan membawa seseorang
dengan senang hati ikut terlibat berpartisipasi secara aktif dan efektif. Iklim
positif yang dapat diciptakan dalam tugas pelayanan tersebut akan membawa
suasana komunikasi lebih terbuka, lebih jujur. Mereka yang terlibat akan lebih
rela untuk saling melayani, saling membantu dalam kesulitan pelaksanaan tugas
pelayanan, lebih mudah untuk saling memberi informasi penting dan bersama
saling mengevaluasi kekurangan. Hal tersebut akan sangat bermanfaat bagi
peningkatan kualitas karya pelayanan.
Contoh
realistis terjadi pada jemaat mula-mula (Kis 2:41-47 ; 4:32-37). Sikap saling
mencintai, menghormati dan menghargai terbentuk dalam iklim positif di jemaat
mula-mula. Sehingga kebersamaan sebagai ciri kehidupan bersama relligius
benar-benar tercipta dan terbangun di dalam tubuh jemaat tersebut. Kondisi
tersebut sangat efektif bagi penjabaran kesaksian masyarakat, sehingga dengan
sendirinya masyarakat tertarik oleh karena iklim positif yang tercipta,
sehingga membuat mereka mengambil keputusan untuk bergabung.
3.
Anggota
“Biasa”
Prinsip
yang berlaku bahwa semua orang dalam organisasi harus diperlakukan secara
serius, artinya bahwa keinginan, pengalaman dan kemampuan mereka harus
diperlakukan dengan respek.
Yang
dimaksud dengan anggota “biasa” adalah mereka yang menjalankan tugas
pelayanannya, anggota jemaat yang mendapat kepercayaan menduduki dalam suatu
kepengurusan. Anggota biasa ini harus diterima dan dihargai kehadiranya,
sumbang pikir dan kemampuan mereka. Oleh karena itu anggota “biasa” harus
dijadikan sebagai Subjek. Dalam arti bahwa mereka harus dilibatkan dan ikut
mengambil keputusan serta berpartisipasi secara aktif dan efektif.
Jikalau
iklim positif ini terwujud dalam sebuah organisasi, demikian pula di gereja
dengan “organismenya,” saya percaya sudah tidak ada yang merasa paling pintar,
paling bisa, paling hebat. Tidak ada yang suka merendahkan, suka menyalahkan
dan suka memojokkan. Semua saling menghormati dan menghargai. Yang Sarjana akan
menghormati dan menghargai yang lulusan SD. Yang lulusan SD tidak ada yang
merasa minder dan bodoh. Semuanya berkolabirasi dalam talentanya masing-masing.
Membangun kemampuan masing-masing.
SASARAN TEMA
Sasaran tema “Mengolah Potensi Diri, Membangun Kemampuan,” yang menjadi penekanan adalah semangat keterlibatan
dari setiap warga jemaat dalam kiprah pelayanan melalui potensi masing-masing
yang dimilikinya. Oleh karena itu, setiap Komisi, Forum, Tim ataupun Panitia
dengan potensinya masing-masing harus nampak kiprahnya dalam berprogram, bekerja
dan berpelayanan.
[1]
Andar Ismail, Selamat Melayani Tuhan (33 Renungan
Tentang Pelayanan), Jakarta: BK Gunung Mulia, 2001, 73-74.
[2]
W.N.McELRATH dan BILLY MATHIAS, Ensiklopesia Alkitab Praktis (Edisi
Kedua), Bandung: Lembaga Literatur Baptis, 1986, h. 139
[3]
Dianne Bergant dan Robert J Karris (Ed), Tafsir Alkitab Perjanjian Baru,
Yogyakarta: Kanisius, 2002, h. 71
[4] Andar Ismail, Selamat melayani Tuhan (33
Renungan Tentang Pelayanan),
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001, h.97-99
[5] Jan Hendriks, Jemaat Vital dan Menarik
(Membangun Jemaat Dengan Menggunakan Metode Lima Faktor), Yogyakarta:
Kanisius, 2002, h. 48-55






0 komentar:
Posting Komentar